Helloooowww guys! I'm back. Miss me? *halah* Heuheu. Haduh, maafkanlah saya yang tidak pandai meluangkan waktu lagi untuk ngeblog. Padahal dulu rencananya mau update tiap hari selama masa-masa syuting. Tapi ternyata cuma bertahan sampai hari keempat. Selanjutnya? Bablas! Hehehe.. Jadi, laporan syuting hari kelima, keenam, dan ketujuh, saya jadikan satu aja yah. Saya cuma punya waktu 15 menit soalnya *sok sibuk*
Syuting Hari Kelima: Memperkenalkan.. Thoriq
Hari Jumat (17/12) kru 89P kedatangan anggota baru lagi. Dia adalah Thoriq, yang memerankan seorang anak penderita hemofilia. Ia masih kecil, masih duduk di TK. Wajahnya tampan, kulitnya bersih, dan tingkahnya lucu. Penggemar Justin Bieber ini berhasil mencuri perhatian para kru.
Kru sempat khawatir karena pada H-5 syuting Thoriq disunat. Bagaimana kalau belum sembuh? Tapi untunglah pada hari syuting Thoriq sudah sehat dan (terutama cara berjalannya) udah agak ‘normal’. Hihihi...
Syuting Hari Keenam: Pantai!
Nah ini dia yang ditunggu-tunggu semua kru: syuting di Pantai! Dari beberapa opsi yang diajukan, akhirnya kru 89P memutuskan pergi ke Pantai Santolo Indah, Garut.
Kru berangkat dalam 2 mobil. Mobil pertama berangkat dari Bandung, yang membawa Uzi (pemeran Tama), Tya (pemeran Adhel), Robby (Produser), Bicky (Sutradara), Kiky (Asisten Sutradara 1), Fadhli (DOP), Dhika (Kru Dept. Kamera), dan Sinta (BTS). Sementara itu, mobil kedua berangkat dari Jatinangor dengan membawa Satria (yang dimintai tolong jadi supir :D), Laila (Manajer Produksi), Lisma (Manajer Lokasi), Upi (Kru Dept. Kamera), Puput (Asisten Fadhli), Indra (Boomer), dan Alvi (BTS).
Mobil pertama berangkat pukul 3 pagi (!), sementara mobil kedua berangkat pukul 5. Karena mobil pertama sempat berhenti di jalan untuk sarapan dan di mesjid untuk (Uzi) mandi, sekitar pukul 9 bertemu dengan mobil kedua dan kemudian berangkat beriringan.
Kru tiba di pantai Santolo saat tengah hari, dan langsung mengeksplor pantai. Ada kru yang nyari spot buat syuting, tapi yang lain sih kebanyakan foto-foto.. :)
Syuting dimulai selepas ashar. Sayang, saat itu cuaca mendung. Scene yang seharusnya menampilkan sunset, ternyata tidak bisa. Ya suw, apa adanya sajalah..
Kru meninggalkan pantai sekitar pukul enam sore. Sebelum ke Bandung, kru sempat mampir ke rumah Uzi dan makan malam di sana. Enaaaaakk...! :) Thanks to Uzi & family.
Syuting Hari Ketujuh: It’s A Wrap!
Seharusnya sih ga ada syuting hari ketujuh. Tapi karena ada scene-scene yang belum sempat terambil sesuai jadwal karena hujan atau keterbatasan waktu, jadilah hari Minggu (19/12) ada syuting untuk scene-scene yang tersisa.
and...
it’s a wrap!
Syuting selesai dan kini memasuki masa post production.
Ga sabar nih nunggu hasilnya.
Pasti keren.
Harus! :D
Foto Thoriq by Sintamilia
Foto crew by Satria
Cukup lama serangkaian proses produksi yang hectic menyita waktu kami untuk dapat berinteraksi dengan sahabat-sahabat sekalian. Semoga sapaan hangat ini dapat menyegarkan suasana kembali.
19 Desember 2010, setelah 7 hari proses pengambilan gambar, 89 Project telah menyelesaikan lagi 1 tahap menuju penayangan untuk dunia. Komitmen & kerja keras segenap tim produksi telah dibuktikan. Segala apa yang bisa usahakan telah kami kerjakan, meski tak lantas filmnya menjadi karya paling sempurna, karena niscaya Kami masih dalam proses menuju pencapaian yang lebih baik.
Tak terkira dukungan dari teman-teman yang terus menjaga semangat kami selama tak kurang dari 9 bulan ini. Semangat yang membuat kami tak memiliki pilihan untuk mundur atau menyerah. Semangat yang menjadi pegangan satu-satunya ketika jatuh dan tertatih-tatih.
Untuk itu, semoga rasa rasa terima kasih yang tulus dari Saya pribadi & segenap tim produksi dapat menjadi “pembayaran awal” atas semua dukungan sebelum pada waktunya Kami akan persembahkan karya yang kita upayakan bersama, Flickering Light.
Minggu (12/12) lalu adalah hari keempat syuting Flickering Light.
Scene yang diambil masih di kamar Adhel sampai siang, lalu sorenya berlanjut ke Kampus Fikom Unpad Jatinangor sampai malam.
Saya sendiri hanya hadir saat syuting di lokasi kampus.
Salah satu scene yang diambil adalah adegan di sekre HMHI (Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia). Kalau hari sebelumnya departemen Art menyulap sebuah ruangan luas di rumah Citra (teman Lisma- Location Manager) menjadi kamar Adhel, hari itu mereka juga mengubah Sekretariat EDGAB (English Discussion Group For Academic Purpose) menjadi sekretariat HMHI.
Dibantu yang lain, mereka ngangkut-ngangkut meja, lemari, buku-buku, dll. Hebohlah. Untung hari minggu. Jadi kampus sepi dan bebas diberantakin *eh? hehehe..
Syuting selesai sekitar pukul setengah sembilan malam. Para pemain dan sebagian kru langsung pulang. Sementara sisanya (termasuk saya) nongkrong dulu *sok gaul
Btw,
hari ini syuting libur.
Insya Allah dilanjutkan hari Jumat (17/12).
Seperti biasa..
foto-foto menyusul yaaah...! ^_^
Sabtu (11/12) adalah syuting hari ketiga.
Rencananya, semua scene yang berlokasi di rumah Adhel akan diselesaikan.
Sayang, ternyata ga semuanya terambil. Menurut saya sih, yang paling lama itu nge-set kamarnya.
Bayangkan, sebuah ruangan yang sangat luas, diambil kira-kira sepertiganya buat di-set jadi kamar Adhel. Tempat tidur, lemari, lampu, lukisan, jam dinding, jam meja, karpet, standing mirror, dll disiapkan dan ditata oleh Art Department dibantu kawan-kawan.
Sementara yang sepertiga dijadikan set, dua pertiga bagian ruangan lain jadi tempat kru menumpuk tas-tas, makanan, peralatan, dan sebagainya. Jadinya? ya super berantakan lah! Haha..
Nge-set kamarnya saja perlu waktu seharian, dari siang sampai malam.
Selama Art Dept nge-set kamar, Dept. Penyutradaraan + Dept. Kamera mengambil scene di teras dan di ruang tamu. Scene di kamar jadi scene terakhir yang diambil. And you know what, sampai berita ini diturunkan *halah*, mereka masih syuting di kamar Adhel. Wow!
Oya, buat yang mengikuti proses produksi 89P mungkin tahu, bahwa kru sulit sekali mencari pemeran orangtua Adhel. Nah, kemarin di rumah Adhel, ada adegan yang melibatkan orangtua Adhel. Dan yang jadi orangtuanya adalah...
jreng-jreng...
Pemeran Bapak adalah salah satu dosen Fikom Unpad, sementara pemeran ibunya adalah ibu kos nya Steva (Astrada 2). Hehehehe.. Keduanya main bagus loooh.. :)
Well, sampai sini dulu laporannya.
Saya harus segera berkemas-kemas menyusul kru di lokasi syuting.
Seperti biasa, foto-fotonya nanti yahh..
pokoknya nanti bakal ada galeri foto BTS besar-besaran deh abis syuting.
Insya Allah...
Keep following! :)
89 Project sedang dalam masa syuting. SYUTING! OMG! Ini akan menjadi puncak dari segala puncak *apa coba?*.
Syuting dimulai hari Kamis (9/12). Adegan pertama yang diambil adalah di taman, saat Adhel memperlihatkan cincin tanda komitmen pada Tama (baca sinopsisnya disini).
Sayangnya, satu scene lain yang dijadwalkan hari itu tidak terambil karena hujan. Ckckck..
Saya tidak ikut syuting. Hiks hiks. Cuma bisa mampir dan ngasih info bahwa saya nemu kandidat pemeran anak kecil. Setelah itu saya ngantor. Pulang kantor saya bawa “oleh-oleh” berupa Clapperboard. Bicky (sutradara) memang minta saya untuk minjem clapperboard kantor. Alhamdulillah, dibolehin ma si bos. Makasih Bos! ^_^
Hari kedua syuting (Jumat, 10/12), saya tidak bisa hadir sama sekali. Asisten saya pun (Alvi) katanya baru bisa hadir syuting agak siang. Kalau gak salah sih, dia mau ngurus perizinan lokasi syuting. Hectic lah pokoknya. Apa boleh buat.
Kabar baiknya, scene-scene yang dijadwalkan untuk hari itu, “terbungkus” semua. Alhamdulilah.
Hari ini (Sabtu, 11/12) adalah hari ketiga syuting. Insya Allah saya bisa hadir. Doakan yah, semoga lancar semuanya. Amin.
SEMANGAT! :)
Photo session selesaaaaaaii....!
Kemarin (7/11) kru 89P sudah melaksanakan photo session. Saat itu, kami memotret Tama (diperankan oleh Uzy) dan Adhel (diperankan oleh Tya) yang sedang dalam masa-masa pacaran. Hohohoho...
Kru mengambil lokasi di Tangkuban Perahu dan Kampung Gajah. Sebenarnya sih mau ke Yoghurt Cisangkuy juga. Tapi karena satu dan lain hal, batal dan akhirnya foto "makan es krim" berganti setting di salah satu tempat di Kampung Gajah.
Berkumpul di UPI jam 10an, lalu berangkat ke Tangkuban Perahu jam setengah 12 siang (yeah, ngaret). Di sana pemotretan sampai jam 3, lanjut pemotretan ke Kampung Gajah sampai setengah 9 malem (udah pada tutup tuh! Hihihihi..)
Dari siang sampai malam, Bandung diguyur hujan. Duh, mana lokasi-lokasinya benar-benar tinggi banget deh. Menggigil jadinya. Tapi seru. Dan hasil foto-fotonya dooong.. KEREN BANGET dah. Kayak foto pre-wed gitu *asik asik*
Mau liat foto-fotonya?
[Spoiler] nanti akan muncul di filmnya.
Jadi, jangan sampai ga nonton ya! :D
Hmm...
Foto-foto Behind The Scene nya menyusul yah.. kemarin saya ga bawa kamera soalnya, hehe.
Tapi thanks to Dept Camera Crew (Fadhli, Lutfi, Dhika) yang udah bersedia memotret untuk BTS (yang hasil fotonya tentu saja jauh lebih keren dibanding hasil jepretan saya selama ini. Hihihi. maklumlah, saya kan amatiran. Mereka fotografer sejati. Hohoho...
Besok (9/11) adalah HARI PERTAMA SYUTING.
Doakan ya teman-teman, semoga lancar. Amin.
NB: Ongkos produksi masih kurang banget ternyata. Kalau ada yang mau bantuin nyumbang dana, bisa lewat sini. Thank you... ^_^
Sekian dan terimakasih :)
Iseng-iseng ga ada kerjaan..
Ga tau juga mau nulis apa..
Saya pamerkan saja beberapa foto riset visual kemarin ya..
Sayang kan, udah cape foto-foto, ga dipamerin.
huehehehe..
Jadi..
selamat menikmati..
Setelah rangkaian kegiatan reading selesai, hari Minggu (14/11) lalu kru 89P melakukan riset visual.
Para kru mengunjungi beberapa (calon) lokasi syuting, antara lain Cisangkuy, Taman Ganesha, Lapangan Sekeloa, Gedung Pascasarjana Unpad, dan rumah Citra (yang akan dijadikan lokasi rumah Adhel).
Di sana, Bicky (scriptwriter & director) menjelaskan adegan di lokasi tersebut, menjelaskan gambar seperti apa yang ia inginkan, sekaligus berdiskusi dengan Fadhli (Director of Photography) untuk mendapatkan angle terbaik. Yuki (Art Director) juga tak ketinggalan menyimak karena dia bertugas menyiapkan setting tempat agar tampil cantik *deuh, bahasanya!*
Yuki dan Eca (Set & Props) bantuin memperagakan adegan Adhel dan Tama di taman |
Fadhli mengarahkan Lutfi (Camera Dept. Crew), ditemani Puput (Asisten Fadhli) dan Bicky |
Fadhli mengambil gambar over shoulder |
"Kayak gini, Bic?" tanya Fadhli |
Kru lain yang hadir saat itu adalah Robby (Producer) dan Lisma (Location Manager). Putu (Makeup and Wardrobe) sempat datang tapi ia pamit duluan. |
Seharian itu kru berjalan-jalan.
Meski sempat dihadang hujan, secara keseluruhan riset visual berjalan lancar dan sesuai rencana.
So.. what's next?
*kasih tau gak ya? kasih tau gak ya? :D*
Lihat saja nanti ;)
-Sintamilia-
Dept of Behind The Secene
Your film crew becomes your extended family (although maybe a dysfunctional one). You spend many days and night together —through good and bad times — so hiring people who are passionate about your project and willing to put their all into it is important
Source:
Quote: Filmmaking For Dummies - Bryan Michael Stoller
Image: The Purple Airedale
Bicky mengarahkan Anne dan Tia |
Pemeran Chyntia dan Adhel latihan berdialog |
Tama mengaku pada Adhel tentang rahasia yang selama ini ia sembunyikan |
Nangis |
-Sintamilia-
Dept of Behind The Scene
Rasanya ingin menulis, tapi menulis apa, belum ada ide. Mari sama-sama kita pikirkan aja gimana? Kalau ada yang punya usul, tolong tunjuk tangan yah. Thank you ^_^.
Nah, sambil nunggu usulan yang bagus, izinkan gw bicara ngelantur. Minggu ini sangat menarik, bukan karena gw ga jadi ngumpulin proposal skripsi yang cuma 2 halaman ituh (sementara temen2 lain smpe 17-an halaman T_T).
Juga bukan karena gw menemukan bahwa Kunimitsu (komik politik yg sedang gw baca) tamat di jilid 29, (hehe, gw ngintip uda tamat blum tuh komik). Soalnya bete juga klo mesti nunggu berbulan2 untuk baca jilid selanjutnya, tar keburu lupa feel-nya, hwahaha.
Bukan, bukan karena itu. Seandainya pun kemarin gw ketimpa duit 2 juta, gw rasa minggu ini ga akan sebegitu menariknya hanya karena itu. Klo ketimpa Honda Civic automatic lain jadinya, gw pasti mati, wakwakwak.
Minggu ini begitu menarik, karena besok gw akan reading (naskah Flickering Light) bersama teman2.
Di sana akan ada Tama (Uzy), Adhella (Tya), Chyntia (Anne), dan Iyan (Rachim). Mereka talent2 hebat yang dijerumuskan oleh orang2 hebat pula.
Gw juga sangat senang, karena kunjungan santai gw ke tempat Tama kemarin menghasilkan sesuatu yang ga terduga. Pen-dialog-an Tama semakin membaik secara signifikan. Gw sendiri sampai kaget, “apa yg udah terjadi!” (*gaya lebay ala kartun jepang).
Di luar iseng buka2 naskah, kita banyak ngobrol. Ternyata Tama berusaha menghapal dialog yang ada. Dy bergumam sambil bernapas, dy berekspresi sambil menyisir, dy nyeletuk di tengah pembicaraan dengan teman2. “tau ga...kenapa aku suka pantai...”.
And its worth it. Senilai dengan apa yang dia gumamkan, senilai dengan apa yang wajahnya perlihatkan, senilai dengan “apaan seh?!” dari teman bicaranya. Dy berusaha keras dan telah menunjukkan hasil yg baik. Dan semua itu baru hasil dari “menghapal”.
Apa jadinya kalau dy mendapat pelatihan yg seharusnya. Pelatihan pernapasan, olah vokal, olah ekspresi, pembangunan situasi, pembangunan suasana hati. Dy akan benar2 menjadi Tama!
Dan di titik ini gw ikut membayangkan, di tempat yg berlainan, Adhel, Chyntia, dan Iyan, melakukan hal2 yg ga kalah hebatnya. Mereka pasti juga berusaha dengan keras.
Gw membayangkan Adhel duduk termenung, memandang ke luar jendela di pojokan kelas saat kuliah, dan berusaha menitikkan air mata. Lalu saat temen di sampingnya khawatir dan berusaha menoelnya, Adhel menepis dan berkata “Cukup Tama! Aku butuh waktu...”, (temannya pun kebingungan).
Gw membayangkan Chyntia di kampus, melihat kursi panjang, Chyntia melangkah pelan dan duduk perlahan, lalu menoleh ke samping dan berkata “Adhella sayang... tau ga sih lo. Di dunia ini tuh...”, siapapun yg ada di sampingnya saat itu.
Gw membayangkan Iyan sedang beres2 kertas skripsi di kosan, lalu ada orang ngetok pintu, Iyan menoleh, nunggu orang itu masuk, lalu “Woy, Tam. Eh siapa nih? Tumben amat lo bawa temen ke sini”, ga peduli, siapapun yg masuk ke kamarnya itu, walau orang itu sendirian.
Membayangkannya saja udah membuat gw terharu. Maaf gw belum sempat mengunjungi santai kalian minggu ini. Tapi gw sangat berterima kasih atas kerja keras dan komitmen kalian di Flickering Light.
...
Walau (diputuskan) Sinta yang mengandung janin Flickering Light ini, kalian lah yang akan melahirkannya. Dan yg sedang kalian lakukan saat ini adalah membangun gizi, nutrisi, dan kondisi tubuh. Agar bayi yg kalian lahirkan kelak, menjadi karya yg cantik dan menggemaskan.
Kemarin gw sempat terlibat suatu pembicaraan dengan Tama. Dan kita (secara implisit) sepakat, bahwa kita tidak sedang menuju 21 atau Blitz, ataupun tur dari kota ke kota untuk penayangan Flickering Light. Kita tidak sedang menuju CD kompilasi film hemofilia yg mungkin akan ada nanti. Tidak juga menuju Hari Hemofilia Internasional tanggal 17 April tahun depan. Ataupun penghargaan2 dalam bentuk apapun.
Itu bukan tujuan kita... (membalikkan badan dan menatap mata kalian semua) (berbinar) (mengepalkan tangan di hadapan dada)
...
Mari kita menuju dunia, teman. Kita persembahkan Flickering Light pada dunia. Kita perlihatkan bahwa kita ada dan berbeda. Bahwa kita tidak diam dan telah melakukan sesuatu.
Mari... (mengulurkan tangan)
(Tama, Adhel, Chyntia, Iyan, dan yg lainnya menatap tangan gw sejenak)
(Tama, diikuti oleh Iyan, menyambut tangan gw, begitu juga Chyntia)
(sedangkan Adhel masih menatap sejenak lagi,)
(dan mengeluarkan payung...)
Wekekekekekek... peace ah ^_^v
(yg ga ngerti, tunggu aja tanggal mainnya, hehe)
_bickysukagapentingdeh_
Proses reading telah dimulai!
Hari Kamis-Jumat, 28-29 Oktober lalu, para pemain dan beberapa kru berkumpul di rumah tantenya Kiky untuk reading.
Di hari pertama, kegiatan difokuskan pada membaca dialog dengan intonasi. Dalam 4 jam reading (pukul 14.00-18.00 WIB), para pemain berhasil menuntaskan semua scene.
Suasana reading |
(Memperkenalkan) Anne, pemeran Chyntia |
Banyak makanan! :D |
Pemeran Tama dan Adhel latihan berdialog |
Siapa yang panjang tangan? Heuheu... |
Serius nonton yang lagi akting |
Ceritanya Robby jadi rak buku, nih |
Kiky jadi rak baju. Hohoho. Atau, jadi Mbak pramuniaga? |
Pemeran orang tua Adhella dan anak kecil bernama Reza belum ditemukan nih. Dept. Penyutradaraan mulai pusing. Hmm.. ada yang bersedia bantuin?
-Sintamilia-
Dept. of Behind The Scene
Lisma (Manajer Lokasi) sedang presentasi
Bicky (Sutradara), Kiky (Astrada 1), Steva (Astrada 2), Yuki (Penata Artistik), Laila (Manajer Produksi), dan Robby (Produser) jadi yang paling depan mengerumuni laptop, melihat foto-foto hasil hunting Lisma
Di bagian belakang ada Fadhli (Penata Kamera) dan Reza (Set & Properti). Hayo tebak, mereka menertawakan apa? :D
"Contekan" Lisma
Mendiskusikan penempatan kamera di lokasi
Alvi (Kru BTS) sempat hadir di akhir rapat, setelah dijemput Bicky :D
Malam ini, atau lebih tepatnya sudah pagi, nggak ada lagi yang bisa saya lakukan selain buka komputer. Mata ini rasanya susah banget diajak kompromi untuk tidur walaupun kepala kayaknya juga sudah nggak bisa diajak tegak. Jadilah duduk senderan di pinggir tempat tidur sambil diganjel bantal dan memangku laptop, mulai menulis.
Harusnya cerita ini tidak saya taruh di kolom diskusi punya Mas Gugun tentang peristiwa yang berkesan seumur hidup tapi, lantaran hidup saya yang begini-begini saja kayaknya semua peristiwanya juga nggak terlalu berkesan deh. Yah kalau kata teman saya bilang, biarkan hidup mengalir seperti air deh. Tapi karena cuma ada kolom diskusi cerita berkesan ya udah deh saya taruh di sini.
Tahu nggak sih kalau kita punya kelainan yang buat kita beda dari orang lain pasti tanggapan orang yang bertemu kita juga bakal unik, apalagi mereka yang belum tahu banyak. Nah, kejadiannya sih sebenarnya nggak sengaja.
Waktu itu bukan hal yang pertama pulang dari RSCM naik kereta ekonomi yang penumpangnya berjubel sampai ke atap kereta. Nggak ada tempat longgar kalau pulang di jam 5-8 malam. Semua kereta yang judulnya ekonomi pasti penuh, waktu itu belum ada kereta ekonomi AC dan kereta ekspress yang isinya orang-orang rapi nggak berhenti di stasiun Manggarai tempat saya menunggu kereta. Alhasil, daripada pulang terlalu malam saya pun memaksakan diri untuk masuk kereta.
Butuh seni tersendiri buat masuk gerbong yang kayak kaleng oven ini. Ada peraturan yang tidak tertulis kalau naik kereta. Buat cowok yang punya badan ngapas buat digencet biasanya nggak bakal dikasih jalan buat masuk kalau gerbong sudah padat. Butuh tenaga besar buat mendesak orang-orang yang sengaja bergelantungan di depan pintu. Kayaknya kesan penuh ini juga dibuat para copet yang nyamar jadi penumpang supaya mereka bisa dengan leluasa menyilet dan merogoh tas dan kantong orang. Percaya deh, kalau yang ini saya sudah pengalaman. Pengalaman dicopet pastinya, buktinya ada 3 handphone yang dah lenyap di kereta.
Nah, kalau sudah begini butuh, seni tersendiri buat masuk kereta caranya ya kita mesti cerdik. Orang-orang di kereta pasti memberi jalan buat para ibu-ibu terutama yang sudah berumur dan badannya cukup gede. Bukan apa kalau mereka tersangkut di pntu urusannya bakal lebih panjang karena suami mereka yang ada di belakang bakal marah nggak karuan. Nah, kalau keadaanya seperti ini kita yang mesti bergerak cepat segera saja bergerak di belakang ibu-ibu itu kalau perlu bisa juga berlagak membuka jalan buat ibu-ibu itu. Nah kalau sudah begini semua senang kan ibu-ibu itu bisa masuk kita pun juga leluasa masuk ke dalam.
Tapi persoalannya nggak selesai sampai di situ. Kebanyakan orang nggak bakal tahu kalau kita adalah pengidap Hemofilia sampai kita sendiri yang memberitahu dan karena kita nggak kelihatan seperti orang sakit maka nggak ada juga yang sudi bertukar posisi memberi tempat duduk buat kita di kereta. Yang ada malah kita yang kadang-kadang disuruh berdiri.
Nah, kejadiannya waktu itu terjadi sesudah saya berdiri selama satu setengah jam di gerbong kereta. So pasti dari atas ke bawah semua sendi berasa copot. Kalau sudah begini biasanya saya sudah tidak bisa lagi mengendalikan jalan lantaran rasa pegal, sakit sama lemas bercampur jadi satu. Akibatnya ya sudah pasti ketahuan, tidak sengaja kaki saya terperosok ke dalam sebuah lubang yang ada di dalam gerbong. Duh, siapa pula yang iseng buat lubang di dalam kereta yang gelap kayak begini? Yah, harap maklum deh namanya juga kereta ekonomi jadi wajar kalau kondisinya juga ekonomis.
Tapi bukan itu yang jadi masalah sekarang, yang jadi masalah adalah kaki yang sudah cenat-cenut sekarang tambah bercenut. Buat seorang Hemofilia yang dah ahli merasakan aura kesakitan (duh apa coba?) keadaan kayak begini bakal berubah jadi bengkak.
Untung saat itu jaman sudah jadi lebih baik. Obat yang dulu berbentuk darah cair sekarang sudah berubah jadi bubuk yang siap tersaji buat digunakan. Dengan perasaan tidak terlalu khawatir akhirnya saya pun pulang ke rumah dan berharap untuk segera disuntik.
Tapi, dasar lagi apes! Sesampainya di rumah saya baru sadar kalau saya lupa untuk membeli tabung suntik, sama saja bohong kalau begini! Akhirnya walaupun badan sudah terasa capek, mata ngantuk, saya pun pergi ke sebuah rumah sakit yang lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah.
Dan tahu nggak? Justru di rumah sakit ini saya mendapatkan kejutan, yang jelas bukan kejutan ulang tahun karena saat itu baru bulan Juni. Masih enam bulan lagi saya berulang tahun. Sama seperti di rumah sakit yang lain mereka pasti meminta data yang jelas mengenai riwayat pasien, tapi itu bukan perkara sulit karena saya sudah menyiapkan semuanya dan segera saya sodorkan ke hadapan dokter jaga sambil bilang kalau saya minta tolong untuk disuntik konsentrat. Dokter itu awalnya cuma melihat saya seperti tidak percaya, awalnya ragu tapi kemudian dia cuma berucap kagum “Hebat ya kamu bisa hidup sampai sebesar ini?” dan menyalami saya berkali-kali seperti baru melihat orang sakti keluar gua.Awalnya saya cuma bisa bengong, bingung mau bilang apa yang keluar dari mulut saya spontan saat itu cuma “Eh ya bisa lah dok, Saya kan dikasih makan.”
Usut punya usut ternyata ya karena kurang informasi dokter itu mengira kalau semua penderita Hemofilia nggak bakal bisa hidup lebih dari usia belasan sementara waktu itu umur saya sudah lumayan lah buat dibilang ABG :P.
Akhirnya saya mengerti juga kadang-kadang banyak orang masih salah mengira tentang Hemofilia karena kurangnya informasi. Buat pelajaran buat saya juga sih kalau saya juga perlu buat bercerita tentang Hemofilia. Tapi kayaknya keren juga kalau setiap saya bilang kalau saya adalah penderita Hemofilia saya malah disangka orang sakti.
-Antonius Ari Sudana-
*di-copas dari note facebook dengan seizin penulis
REFERENSI
- There For You
- Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI)
- Yayasan Peduli Hemofilia
- Haemophilia Foundation of New Zealand (Facebook)
- Hemophilia Foundation of Northern California (Facebook)
- Hemophilia Foundation of Illinois (Facebook)
- Hemophilia Foundation of Greater Florida (Facebook)
- Oklahoma Hemophilia Foundation (Facebook)
- The Hemophilia Foundation of Southern California (Facebook)
- Hemophilia of Georgia
- Great Lakes Hemophilia Foundation (Facebook)
- National Hemophilia Foundation (Facebook)
- Hemophilia Federation of America (Facebook)
- NVHP (Facebook)
- National Hemophilia Foundation
- World Federation of Hemophilia Argentina
- Hemophilia World Congres 2010
- World Federation of Hemophilia USA
- World Federation of Hemophilia / Federación Mundial de Hemofilia (Facebook)
- Yayasan Dilts
- Yayasan Dilts (Facebook)
- FSG Medan (Facebook)
- Société canadienne de l'hémophilie (Facebook)
- Canadian Hemophilia Society / Société canadienne de l'hémophilie (Facebook)