Minggu, 5 Maret 2011. Yaps, bekerjasama dengan liga film mahasiswa – Institut teknologi Bandung, 89 Project menggelar premiere Flickering light, film pendek yang telah diupayakan tak kurang dari 9 bulan lalu. Gelaran premiere yang masuk dalam program “Ganesha exebition programme” (GEP) milik LFM tak hanya menghadirkan Flickering light saja, namun ada 2 film dokumenter pendamping, yaitu Tetes cinta hemofilia buatan Source of Indonesia (Medan) & Mamaku pahlawanku karya Ibu Hotnida beserta putra tersayang yang merupakan penderita hemofilia (Jakarta). kemeriahan GEP tak berhenti di gelaran premiere FL (Flickering light), namun ditambah dengan premiere 2 film pendek karya LFM-ITB sendiri yaitu The Inspiration & Tre(s)no, plus screening film omnibus karya Dienan Silmy, Rozi MF, Irfan Hendarmin, Muham Novianto, Dayo Sesario.
89 PROJECT SHOWTIME
Rangkaian GEP dengan tema “Premiere” mulai membuka pintu untuk pengunjung jam 15:30 WIB. Meski Bandung sempat diguyur hujan, namun minat pengunjung atau dalam hal “Premiere” lebih asik disebut penonton tak berkurang, perlahan berdatangan dan mulai memenuhi R. Bioskop 9009 ITB, entah karena free pass, film-film yang akan tampil atau snack & pop corn gratis dari teman-teman panitia LFM, ya mungkin semuanya.
Gelaran pertama tentu rangkaian dari 89 Project. Pertama diputar adalah film dokumenter asal Medan hasil kerjasama Source of Indonesia (SoI)& Family supporting Group Tetes Cinta Hemofilia (TCH). Dalam waktu 14 menit, TCH memaparkan hemofilia secara ringkas dengan gaya dokumenter yang apik, maklum, SoI bukanlah pemain baru di bidang documentary. Setelah “pemanasan” penonton cooling down dengan penampilan duo, The Foppish yang tak lain dan tak bukan pengisi OST FL. Satu lagu mengharu biru berjudul “Unreal Hope” mengantar penonton menuju film utama, Flickering light. Meski durasi putar FL menuju ambang batas sebuah film pendek, yaitu 27 menit & 39 detik namun antusias penonton cukup besar, setidaknya lebih dari setengah kapasitas R. Bioskop 9009 terisi. Sayang memang, tata suara yang terdengar tidak sebaik yang diharapkan, entah karena dari audio FL kurang mumpuni atau tata suara ruangan yang memiliki gaung cukup tinggi. Ketidaknyamanan ini membuat beberapa bagian film terasa tidak jelas secara audio. Sekalian saja, Kami dari 89 Project meminta maaf sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan ini. Namun syukur, meski begitu penonton bisa menangkap apa maksud dari FL, setidaknya beberapa penonton awam (di luar kru) bisa merasakan aura kisah Tama dan Adhella, ada juga yang mengatakan “Ada 2 adegan yang bikin merinding...” (merinding karena keren, atau merinding karena kedinginan.. entahlah). FL memang tidak menitik beratkan pada kepadatan informasi akan hemofilia namun lebih ke satu sisi hubungan relationship penderita hemofilia melalui representasi Tama (penderita hemofilia) dengan calon istrinya Adhella. Bagaimana hemofilia bisa saja menjadi penghalang atau justru sebaliknya menjadi penguat tali kasih mereka. Satu sajian yang berusaha menginspirasi setiap hubungan dan arti memperjuangkan cinta.
FL selesai diputar sekitar jam 5 sore lewat. Nuansa haru biru di refresh kembali oleh penampilan The Foppish lewat 2 lagu “Cow boy”, satu lagu lain (Saya lupa judulnya) dan berakhir dengan lagu “The journey”, lOST FL. Tentu tak lengkap jika “Premiere” tanpa ada “Pertanggungjawaban” dari para filmmaker, maka sesi diskusi dimulai dengan moderator dari teman-teman LFM. Diskusi terarah baik. Mengupas tentang proses pembuatan dan seluk-beluk cerita, proses, hingga pembuatan lagu, semua di bahas singkat dan padat. Bahkan pertanyaan tentang Hemofilia sendiri cukup banyak, mengingat orang-orang yang menjadi nara sumber bukan hanya dari kru film tapi dari pihak Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia, lembaga yang menaungi hemofilia tingkat nasional melalui perwakilan Mas Agustama. Rangkaian acara 89 Project diakhiri dengan penayangan video dokumenter amatir buatan Ibu Hotnida beserta putranya yang mengidap hemofilia. Meski durasi tak lebih dari 7 menit, film berjudul Mamaku pahlawanku menjadi closing penuh emosional, meski lagi-lagi harus terkendala masalah tata suara. Acara break sekitar pukul 18:00 untuk kembali menayangkan Film-film Premiere pada pukul 19:00 WIB
LFM IN ACTION
Maaf-maaf saya sedikit telat masuk ruangan dan film The Inspiration telah dimulai beberapa menit lalu. Bercerita tentang Bayu yang kehilangan inspirasi ketika hendak membuat film, ya bagi penggiat film hal macam ini sangat dekat sekali, dimana ingin berkarya tapi ga punya ide. Beruntung Bayu memiliki teman Anes (kalo tidak salah) yang mengajaknya ke dunia penuh imajinasi. Membuka pemikiran Bayu akan hal-hal unik, lucu dan penuh warna. Nanda Ekaputra Panjiarga selaku sutradara berhasil mengantarkan The Inspiration mencapai sesuai judul, coz memang mengantarkan inspiratif ke setiap penonton.
Next on, Tre(s)no, kisah komedi romantis memang biasa, namun ditangan Fikri “Pii” Gustin, pengemasan cerita menjadi unik dan berhasil mencampur komedi dan romantisme, penuh dengan adegan-adegan mengundang tawa namun disisi lain bisa membuat kita terrenyuh akan keromantisan Sam (tokoh utama) ke Puspa (tokoh utama juga). Belum lagi ending nyeleneh antara pengen ketawa dan bilang “so sweet”. Jadi Sam adalah pria asli Jowo, yang percaya sama takhayul dan segala ramal-ramal mulai dari barat sampe timur. Sedangkan Puspa, adalah gadis periang yang nampaknya tidak peduli semua itu, dan memiliki hobi fotografi. Keduanya mengikuti perjalanan hunting fotografi dari Bandung – Semarang – Bandung (Kutipan dari laman kineklub.lfm-itb). Dalam deretan pujian untuk Tre(s)no, terselip pertanyaan minor, "kanapa harus ada tanda kurung pada judul?".
Diskusi mulai bergulir, para filmmaker tampil untuk “pertanggungjawaban”. Banyak apresiasi untuk kedua film tadi, dan secara proses produksi The Inspiration &“Tre(s)no” sangat indie namun dapat bertutur dengan cerdast. Satu cahaya kebahagiaan pada akhir diskusi, bagi-bagi DVD Tre(s)no dengan menjawab beberapa pertanyaan seputar film, sayang sekali saya tidak dapat DVDnya :-(.
ci(N)ta LAST PREMIERE
Agak miss mungkin dengan tema “PREMIERE – RED CARPET”nya GEP sekarang coz ci(N)ta telah Premiere di Blitz Jakarta. Tapi ya sudahlah anggap saja ini Premiere Bandung. Usai diskusi film karya LFM saatnya menonton ci(N)ta, upsss.... maaf sebelum itu ada sajian penyela terlebih dahulu, serangkaian “iklan” yang agak lama. Waktu menunjukan pukul 20:00 lewat dan film baru berjalan. Sekali lagi mohon maaf saya lupa urutan film apa saja. Memang ci(N)ta adalah film omnibus, film gabungan antara 5 film pendek yang semua memiliki tema cinta namun tentu dengan cerita & pengemasan berbeda dari 5 sutradara berbeda pula. Wah pasti akan cukup panjang kalau saya ceritakan satu per satu, maka saya ambil rangkumannya dari bicarafilm.com.
“Cinta itu tidak perlu bicara, maka orang bisu pun bisa melakukannya, seperti yang dikisahkan dalam film Lukisan Keabadian dan Notes. Belajar dari sejarah cinta tak pernah mengenal kata terlambat seperti diceritakan dalam film Meraih Cinta. Cinta itu tidak akan pernah mati termasuk saat obyeknya sudah tak lagi ada, seperti dalam film Aneurisme Serebral dan Elegi Nacita. Satu demi satu kisah bergulir, membentuk sebuah harmoni kehidupan yang satu persatu semuanya bermuara akan cinta yang diagungkan dalam film ini.”
Daya tarik terbesar ci(N)ta justru bukan dari filmnya (IMHO) tapi dari nama “Hanung Bramantyo” yang selalu tersemat dalam setiap publikasi. Benar sekali, kelima sutradara muda penggagas ci(N)ta adalah lulusan workshop Hanung, jelas saja secara kualitas gambar dan teknis sangat2 baik, apik, rapi dan clllliiiing. Aga berbeda karakter kualitas dengan semua film yang main sebelumnya.. Untuk kesekian kali saya harus meminta maaf karena tidak dapat mengikuti sesi diskusi bersama para sineas ci(N)ta jadi daripada salah, bijak jika saya tidak menulis tentang proses diskusi berdasarkan informasi orang lain. Hanya satu pertanyaan minor, "Kenapa konsep judulnya sangat mirip dengan cin(T)a, padahal untuk ranah indie menurut saya strategi dumping macam itu sangat tidak pas. Namun apakah ci(N)ta termasuk indie atau tidak itu juga masih abu-abu, namun nyatanya ci(N)ta telah masuk ruang penayangan bercitarasa ke-Indie-an" (IMHO)
GREAT PREMIERE n THANKS TO...
Saya tidak menyangka penonton akan seheboh kemarin, minimal itu premiere terbaik selama “karir” saya. Terima kasih kepada Liga Film Mahasiswa Institut Teknologi bandung untuk semua bantuan, mulai dari A-Z. Dari penjadwalan, ruangan hingga urusan konsumsi sekalipun. Meski teteplah itu tata suara sedikit mengganggu... hehehe Tapi sungguh, saya atas nama pribadi dan segenap keluarga besar 89 Project mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas kerjasama yang baik.
Terima kasih ke semua undangan yang berkenan hadir dan seluruh penonton yang “terjebak” kehebohan publikasi kami. Terima kasih telah datang meski sedikit gerimis, terima kasih telah memberikan kami semangat untuk kembali melahirkan karya. Kami menyayangi kalian semua.
Mas Agustama yang telah berkenan jauh-jauh hadir dari Jakarta karena penasaran akan Flickering light. Tak lupa juga seluruh keluarga HMHI, YPH, dan penderita beserta keluarga hemofilia dimanapun kalian berada. Terima kasih banyak
Terakhir. Terima kasih sebesar-besarnya untuk semua pihak yang telah mendukung dan menyemangati 14 bulan bergulir produksi, melalui twitt, komen, like this, doa, harapan, relink, share link, diskusi, sharing, pertanyaan dan apapun yang telah diperbuat untuk 89 Project. Maka Flickering Light seyogyanya adalah milik kita bersama karena kita semua adalah bagian dari lahirnya karya ini.
Salam Hangat...
ROBBY PRASETYO
89 Project producer
89 Project bekerjasama dengan Liga Film Mahasiswa - Institut teknologi Bandung (ITB) mempersembahkan
FLICKERING LIGHT - PREMIERE
100% FREE & FUN!!!
100% FREE & FUN!!!
Sabtu, 5 Maret 2011
R. Bioskop 9009 Institut Teknologi Bandung (ITB)
Pukul 16:00 - 18:00 WIB
R. Bioskop 9009 Institut Teknologi Bandung (ITB)
Pukul 16:00 - 18:00 WIB
Penayangan perdana Flickering Light, sebuah film pendek karya pertama dan terakhir 89 Project.
Ditambah 2 film dokumenter pendek tentang hemofilia, "Tetes cinta hemofilia" (Medan) & "Mamaku pahlawanku" (Jakarta).
Ga lengkap rasanya premiere tanpa jumpa orang balik layar dan pastinya ada diskusi tentang "membuat Flickering light"
Juga akan dimeriahkan dengan Penampilan ekslusif dari pengisi original soundtrack Flickering Light, The Foppish.
Datanglah lebih awal kawan untuk menikmati beberapa sajian tambahan dari kami... :-)
Support for Independent film n filmmaker... :-)
***
Flickering Light (2011)
FIKSI | 27 MENIT 39 DETIK | BAHASA INDONESIA (ENGLISH SUBTITLE) | 89 PROJECT
Fuzia Syukuri, Mutya Rochandy
Produser : Robby Prasetyo | Manager Produksi : Laila Ramdhini | Penulis naskah : Bicky Perdana Putra | Sutradara : Bicky Perdana Putra | DOP : Fadhli Ahmad | Art Director : Yuki A. Nagarani | Editor : Robby Prasetyo
Sinopsis :
Sepasang kekasih yang telah sangat sempurna, namun ternyata masih tersimpan satu rahasia diantara
mereka. Rahasia yang membuat mereka berpikir, hilang arah, lalu mencari.
Catatan Sutradara :
Flickering Light adalah film pertama saya dalam ranah keseriusan. Dimana saya bekerja dengan orang-orang yang sangat serius menangani apapun yang mereka sentuh dan rasakan. Orang-orang yang menaruh harapan-harapan yang serius kepadanya.
Walau bukan film pertama, Flikering Light adalah “anak pertama” saya. Dimana saya menebar obsesi-obsesi, pikiran-pikiran, dan memanjakan otak kanan saya. Ditemani dan dimanjakan pula oleh asisten yang begitu banyaknya, keluarga 89 Project. Sehingga pada akhirnya pembuatan film ini pun persis seperti proses melahirkan; berkeringat, menguras tenaga, berteriak, lalu muncul sebuah tangis,
dan diakhiri dengan senyuman semua orang.
Ini bukan film yang ditujukan untuk membuat anda terkesima dan berakhir dengan sebuah standing applause. Flickering Light adalah pesan dari teman-teman saya. Pesan dari teman-teman penderita hemofilia, pesan dari keluarga mereka, pesan dari orang-orang di sekitar mereka, dan pesan dari semua kru 89 Project.
Jika pun saat ini, kita semua di ruangan ini, mengaku mampu menikmatinya, itu adalah efek samping dari kerja keras teman-teman saya.
Apa yang real dalam film ini, adalah mereka benar-benar ada, teman-teman penderita hemofilia yang butuh perhatian dan sangat butuh dipahami. Tidak sekedar untuk diketahui, lalu anda pergi.
Walau film ini pun tidak memuat sebegitu banyaknya informasi yang anda butuhkan untuk dapat memahami hemofilia. Tapi saya harap film ini dapat memancing kita semua untuk mencari. Seperti Tama dan Adhella yang mencari satu sama lain.
***
Drop of love hemophilia – Tetes cinta hemofilia (2010)
DOKUMENTER | 13 MENIT 40 DETIK | BAHASA INDONESIA (ENGLISH SUBTITLE) | SOURCE OF INDONESIA - MEDAN
Produser : Renta Morina Evita Nababan | Sutradara : Santi Arta
***
Mamaku Pahlaanku
DOKUMENTER / HOME VIDEO | 6 MENIT 31 DETIK | BAHASA INDONESIA | INDEPENDENT – HOME VIDEO
Produser : Hotnida Ria | Sutradara : Hotnida Ria
REFERENSI
- There For You
- Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI)
- Yayasan Peduli Hemofilia
- Haemophilia Foundation of New Zealand (Facebook)
- Hemophilia Foundation of Northern California (Facebook)
- Hemophilia Foundation of Illinois (Facebook)
- Hemophilia Foundation of Greater Florida (Facebook)
- Oklahoma Hemophilia Foundation (Facebook)
- The Hemophilia Foundation of Southern California (Facebook)
- Hemophilia of Georgia
- Great Lakes Hemophilia Foundation (Facebook)
- National Hemophilia Foundation (Facebook)
- Hemophilia Federation of America (Facebook)
- NVHP (Facebook)
- National Hemophilia Foundation
- World Federation of Hemophilia Argentina
- Hemophilia World Congres 2010
- World Federation of Hemophilia USA
- World Federation of Hemophilia / Federación Mundial de Hemofilia (Facebook)
- Yayasan Dilts
- Yayasan Dilts (Facebook)
- FSG Medan (Facebook)
- Société canadienne de l'hémophilie (Facebook)
- Canadian Hemophilia Society / Société canadienne de l'hémophilie (Facebook)