Crew, adalah suatu yang utama dalam sebuah produksi film. Adalah daging, tulang, dan darah 89 P. Dan semestinya ini adalah curhatan sang Produser, Robby Prasetyo, karena dia lah yg pusing ngurusin crew. Tapi ga papa lah, gw culik sedikit untuk bicarakan ini dari sudut pandang gw.
Saat itu crew hanya bertiga. Robby sang Produser, Lulu sang Script-writer, dan gw paling tampan. Ga lama, karena setelahnya bergabung resmi Sinta sang Director of BTS. Cukup lama kita berempat, kerjaannya riset-rapat-riset-rapat, terus sampe berguling-guling.
Saat itu kita berpikir, “sudah cukup dedengkot-nya, sekarang kita butuh aura muda” (ga juga, ni cuma karangan gw). Dan hal tersebut mungkin menjawab, kenapa crew selebihnya ada dari angkatan muda.
Masuklah Alvi sebagai crew BTS, Fadhli sebagai DoP bersama Lutfi dan Andhika, Kiky sebagai astrada 1 (kecuali yg ni udah tua), Steva sebagai astrada 2, Laila sebagai UPM, Yuki sebagai Art Director beserta Reza Marza (sets n props) dan Putu Ayu (make up), (huff..hahh...huff...belom selsesaikah?), Lisma sebagai Location Manager, Iman sebagai transport manager, dan Rahajeng sebagai consumpt manager.
Nah, bisa diitung tuh, 1..2..3..banyak. Hadoh, gw biasa produksi film 5 biji jadi, kali ini kerja dengan 15 orang (n bahkan ni belum lengkap), seru! Sebelum gw berlanjut kepada betapa mengesankannya orang2 di atas, gw curhat colongan dulu. (n sepertinya akan cukup panjang)
Pas anggota kita baru berempat, plot cerita sudah jadi, dan terus dalam proses pengembangan. Dan salah satu daya semangat gw di produksi ini adalah; gw akan memvisualisasikan sebuah script hasil karya Lulu, salah satu dedengkot CC yang paling gw kagumi dalam hal script writing.
Entah kenapa, soalnya sebenarnya Lulu itu multi-talented, ia terlihat bisa apa aja. Kalo di bola ituh, dia seperti libero yg bertahan sambil menyerang, juga ikut menggelandang, ngasih umpan, mencetak skor, dan menjaga gawang. (adakah posisi seperti itu? Gw rasa cuma Lulu yg bisa haha.. ^.^’)
Gw terus menunggu dan bertanya, seperti apa script Lulu nanti, seperti apa, dan seperti apa... Sampai tiba sebuah hentakan besar menggoncang. Awalnya gw kira itu gempa 27 skala richter. Tapi adakah gempa yg bisa dikirim lewat sms? Ya, saat itu gw di Jakarta, dan menerima sms dari Robby yg masih bertajuk “kabar burung”. Bahwa Lulu akan resign dari 89 P. (sialan, kalo ketemu ituh burung, langsung gw sepet pake jarum pentul)
Sesampainya kembali di Jatinangor, ada satu hal yg sangat membuat gw sedih, bahwa ternyata “burung” tersebut sudah berhasil menyampaikan pesannya kepada realita. Di rapat selanjutnya, gw speechless, semua ini salah gw, gw nyesel banget, seandainya gw lebih serius mencari itu burung sampe ketemu, sebelum ia mengabarkan berita duka ini dengan lantang.
Tidak berhenti sampai di situ, bahkan Lulu sendiri mengusulkan gw yg menggantikannya menulis script 89 P. Astaga, ternyata gw salah menilai ini adalah gempa 27 skala richter. Ini, adalah gempa 73 skala richter. (adakah seseorang yg memahami posisi dan perasaan gw saat itu?)
Mungkin hal ini seharusnya berwarna (positif), “ini kesempatan u nunjukin kemampuan gw”, “ini kepercayaan tinggi yg ga akan gw sia-siakan”, n “ini adalah hal berharga yg akan ada di tangan gw”. Tapi tidak, saat itu hal ini benar2 terasa sangat memilukan. Walau Lulu meyakinkan gw dan semua crew dengan setumpuk sanjungan (n gw menyesal kenapa saat itu begitu mudah jatuh dalam sanjungan).
Semua hal menakjubkan yg gw bayangkan runtuh dalam satu tepukan. N nothing we can do about it, karna Lulu emang mesti fokus skripsi sebelum disapu bersih fakultas. Sangat berat kehilangan Lulu, tapi lebih berat ditunjuk olehnya. Gw akan lebih tenang seandainya Lulu nunjuk Salman Aristo sebagai pengganti, equal. Tapi dari Lulu jatuh ke gw, itu degradasi dalam berbagai aspek.
Gw berpikir, masih terlalu pagi untuk sebuah masalah besar. Kejadian ini tuh seperti make “phone a friend” di pertanyaan 500ribu. Perjalanan kita masih sangat jauh, dan kita kehilangan “phone a friend”? can you imagine?
Lulu pergi, gw jd script writer, what else that world need to create a major disaster? But shows must go on. Dengan segala keterbatasan kemampuan dan perasaan, dengan setumpuk rasa kesal dan ketidakberdayaan, ga akan membuat gw mundur dan tenggelam.
Tanpa Salman Aristo pun, kita akan buat film ini menjadi berlian. Tanpa Tere dan Didi Petet pun, kita akan buat film ini ga terlupakan. Kita akan berikan apa yg telah kita pelajari. Kita akan tunjukkan apa yg telah kita kerjakan. Kita akan kembangkan bunga teratai dari sekolam lumpur...
And now is the time we move forward, lets past just be our guide,
We are on fire my friend, n keep this fire up, so we can serve the best to the last... ^_^v
Sintaaa... note fb lg error nih, gw ga bs post d fb. Tlg lah Sinta post kan nanti yah...yah..
Co-pas aj dri blog. ok2. Tq ^_^'
Ohya! Itu gw loh yg ada d foto... keren kan? (foto n modelnya tentu) hohoho...
Aaaarrggghhh..
grmblgrmbl&%$#@#@^!!
:D
"Tanpa Salman Aristo pun, kita akan buat film ini menjadi berlian. Tanpa Tere dan Didi Petet pun, kita akan buat film ini ga terlupakan."
bacrit kau ya? haha
ya ud ntar gw copas di fb
Gileee... prolog tulisan Gw yang tar kalo projectnya dah beres baru publish, dah keluar duluan...hahahahhaha
Makanya jangan nunggu sampe projectnya kelar.
publish aja langsung :D
ntar jadi lomba posting kita di sini.
hahaha..
Asik tuh, byr posting jd rame haha